Terbang sebagai media transportasi di Nieuw-Guinea

Waktu pemerintahan Belanda masih berkuasa di Nieuw Guinea jasa penerbangan umum antara tahun 1956 dan 1962 ditangani oleh perusahaan penerbangantoestel Kroonduif op sleephelling  “Kroonduif”.  Pada tahun 1950 perusahaan penerbangan  Belanda KLM mendaratkan pesawat udaranya yang pertama di pangkalan udara Mokmer di pulau Biak yang dibangun oleh pemerintah Jepang pada PD II. Pada bulan Juli 1955  Nederlands Nieuw-Guinea Luchtvaart Maatschappij NNGLM (Perusahaan Penerbangan Nieuw-Guinea Belanda) ditetapkan sebagai anak perusahaan KLM dengan nama “Kroonduif”.  Dari basisnya di Biak Kroonduif terbang ke Hollandia, Merauke, Tanah Merah, Sorong dan pulau Numfor.

Pada awalnya Kroonduif hanya beroperasi dengan satu pesawat jenis DC3 Dakota buatan perusahaan kapal terbang Douglas, yang kemudian ditambah dengan pesawat-pesawat jenis Beaver (pesawat terbang air buatan perusahaan Kanada De Havilland) dan Twin Pioneers dari perusahaan Scottish Aviation. Setelah Negeri Belanda menyerahkan kedaulatan atas Nieuw-Guinea ke pemerintah Indonesia pada tahun 1962 seluruh armada berikut lapangan udara di Nieuw Guinea  berpindah tangan ke perusahaan penerbangan Garuda. Garuda kemudian menyerahkan seluruh armada yang diterimanya tersebut ke perusahaan penerbangan Merpati yang pada saat itu telah menangani seluruh penerbangan domestik di Indonesia dan pada tahun 1978 menjadi 100% milik Garuda.

ISI

1. Tahap awal di bawah kondisi primitiflijndiensten op Nieuw-Guinea
2. Mokmer dimodernisir
3. Pengedropan barang pos dan makanan
4. Pendirian perusahaan De Kroonduif
5. Tahun kecelakaan yang membawa maut
6. Jumlah Rute Penerbangan Kian Bertambah
7. Terbang dengan AMA dan MAF
8. Satu-satunya jalur penerbangan internasional
9. Warga belanda meninggalkan NG via Biak
10. Berakhirnya riwayat De Kroonduif
11. Rujukan
12. Sumber-sumber 

1. Tahap awal di bawah kondisi primitif

Sarana  penerbangan di Nieuw-Guinea dimulai atas prakarsa  KLM pada tahun 1950 dan dibawah kondisi yang sulit dan primitif. Lapangan-lapangan terbang baru harus dibangun dan yang lama direnovasi demi demi penerbangan sipil. Setelah Negeri Belanda menyerahkan kedaulatannya atas Hindia Belanda ke Republik Indonesia di landingsbaan Mokmerbulan Desember tahun 1949  semua rute penerbangan antar kepulauan di Indonesia diserahkan kepada perusahaan Garuda Indonesian Airways yang baru didirikan.. Tetapi pada tahun 1950 Garuda  menghentikan seluruh rute penerbangannya ke Nieuw-Guinea karena wilayah  tidak merupakan bagian dari senario penyerahan kedaulatan. Untuk mengisi kekosongan , pemerintah Belanda di Nieuw-Guinea mengambil keputusan untuk men-charter pesawat Dakota dari KLM.. Pada tanggal 8 Agustus 1950 pesawat Dakota pertama berangkat dari Schiphol dan  tiba di pulau karang Biak di Teluk Geelvink (sekarang Teluk Cendrawasih) satu minggu kemudian setelah menempuh jarak penerbangan 20.000 km..
Pada PD II Biak merupakan  pangkalan udara penting bagi tentara Jepang . Setelah Biak dibebaskan oleh pasukan Amerika, mereka (pasukan Amerika) mendirikan sejumlah perkampungan militer (termasuk 36 bioskop di bawah langit terbuka) dan tiga lapangan terbang. Ketiga lapangan tersebut hanya memiliki satu landasan yang digunakan bersama-sama untuk melepaskan maupun mendaratkan pesawat dan terletak dalam satu garis lurus dari arah tenggara ke baratlaut y.i Mokmer, Boruku dan Sorido. Setelah PDII berakhir Mokmer menjadi lapangan udara sipil dan pangkalan induk bagi pesawat KLM-Dakota yang pertama, Boruku dipakai oleh Marine Luchtvaart Dienst MLD  (Dinas Penerbangan Angkatan Laut) dan Sorido menjadi pangkalan angkatan laut lengkap dengan barak-barak dan gudang-gudang. Frekwensi penerbangan KLM dibatasi ke lapangan terbang besar saja di daratan dan tidak termasuk tempat tujuan di perairan (Dalam dinas penerbangan sipil terdapat pepatah kata : yang berbunyi: Satu pesawat bukanlah pesawat ). Dengan menggunakan pesawat udara air jenis Catalina, MLD mengisi sepertiga waktu produktif penerbangannya untuk melayani kebutuhan lalu lintas udara sipil meskipun pada penerbangan militernya seringkali juga diangkut penumpang sipil dan  barang-barang pos.  

2. Mokmer dimodernisir

Awalnya  KLM hanya memiliki satu pesawat  DC3 untuk semua  rute penerbangannya. Jurusan penerbangan terbatas karena sarana pendaratan tidakEerste DC-8 op Mokmer eind 1960 selalu memadai. Pada awalnya kondisi landasan di Mokmer tidak rata, melonjak-lonjak dan tidak beraspal. Untuk meratakannya lapisan kerang pada dasar landasan dikerik habis dan lubang-lubang yang dalam diisi kembali dengan kerang sampai rata. Menjelang tahun 1960 lapangan udara Mokmer telah dimodernisir. Landasan diperpanjang sampai 3570 meter sehingga pesawat-pesawat jenis DC-8 dari KLM juga dapat mendarat. Dengan menggunakan pesawat Dakota,  KLM mengangkut penumpang dan kantong-kantong pos dari Biak ke Hollandia di pantai utara, ke Merauke di pantai selatan dan ke Sorong di bagian barat. Pada tanggal 7 Desember 1951 KLM melaksanakan penerbangan perdananya dari Amsterdam ke Sydney (lewat Biak).. Sekelompok pekerja  DETA ( pekerja kontrak  Indo-Belanda) khusus dimobilisasi untuk ikut membantu pada pembangunan hotel milik KLM bernama ’t Rif
( dengan 46 double room) di sebelah lapangan udara Mokmer. Peletakan batu pertama Hotel ’t Rif dilakukan pada tanggal 29 Nopember 1952 dan pada tanggal 31 Oktober hotel dibuka secara resmi oleh gubernur Van Baal. Hotel ’t Rif terkenal sebagai pusat pertemuan masyarakat Belanda di Biak. Pemerintah Belanda dan KLM kemudian mencapai persetujuan baru tentang kebijakan pelaksanaan penerbangan  domestik di Nieuw-Guinea. Demi kelancaran proses  penggarapan dan pembangunan koloni terakhir Negeri Belanda di belahan dunia timur dibutuhkan suatu  hubungan lalu lintas yang baik apalagi di wilayah penuh rimba dan  penuh rintangan.  

3.  Pengedropan barang pos dan bahan makanan

Di Nieuw-Guinea tidak ada akternatif lain untuk melakukan perjalanan kecuali melalui udara. Di Nieuw Guinea praktis tidak terdapat ruas jalan jangankan  kendaraan umum seperti bis atau kereta api. Setelah menambahkan satu pesawat goederen op vlot bij WisselmerenDakota kepada armadanya,  KLM sejak 1 September 1952 meningkatkan frekwensi penerbangan ke Hollandia di pantai utara menjadi seminggu tiga kali, ke Sorong dua kali, ke Merauke dua kali dan ke pulau Numfor dua minggu sekali. Pengedropan pos dan makanan lewat udara juga dilakukan untuk kaum penduduk yang tinggal di daerah-daerah terpencil seperti pegawai pemerintah , pekerja Misi, kaum penginjil. Biasanya  pengedropan dilakukan pesawat dari ketinggian rendah 30 km dengan kecepatan rendah agar kantong-kantong goni berisi beras dll yang dilempar keluar dari pesawat tanpa parasut tidak merobek memencarkan isinya kemana-mana. Setiap penerbangan Dakota rata-rata bisa menurunkan muatan seberat 3 ton dan kadang-kadang penerbangan ekstra dibutuhkan agar semua muatan berhasil diturunkan. Dimana tidak terdapat tempat pendaratan barang-barang pada umumnya dilempar keluar seperti di Enarotali di Wisselmeren yang terletak pada ketinggian 2000 meter ditengah daerah pegununan tinggi. Penerbangan-penerbangan serupa dilakukan secara rutin di Nieuw-Guinea sampai tahun 1963. Adapun penerbangan berfrekwensi dua kali seminggu ke Darwin, Australia dari mana perjalanan udara dapat diteruskan ke Negeri Belanda lewat Singapore.  

4. Pendirian perusahaan “De Kroonduif”

Perusahaan “De Kroonduif” dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1955. Setelah pemerintah menarik diri dari bisnis penerbangan, status perusahaan penerbangan Nieuw-GuineaBeaver van Kroonduif setempat, NNGLM. berubah menjadi anak perusahaan dari KLM dengan nama baru “De Kroonduif.” Namanya sebetulnya kurang tepat karena Kroonduif (yaitu jenis burung merpati bermahkota) tidak bisa terbang cepat. Akhir tahun 1954 pemerintah membeli dua pesawat jenis De Havilland Beavers agar hubungan dengan tempat-tempat tujuan yang tidak terjangkau oleh pesawat jenis Dakota tetap terpelihara. De Kroonduif didirikan dengan tujuan melayani trayek yang selama ini hanya dilayani MLD. Trayek yang dilayani  pesawat Beaver adalah Biak-Fransiki-Manokwari, Tahfaf-Teminaboean-Ajararu, Wasior-Fakfak, Napan-Wisselmeren (Paniai), Seroei-Warren-Napan. Kapten Carl Mattern adalah manager NNGLM sekaligus chief-pilot. Karena kedua pesawat Beaver ternyata  cocok sekali bagi wilayah rimba pada bulan September 1956 dibeli dua pesawat tambahan.  Mengemudikan pesawat Beaver (kapasitas mesin 450 pk) membutuhkan kecekatan dan keahlian besar karena banyak risiko  terkait dengannya. Pada penerbangan ke Wisselmeren (daerah Paniai) si pilot pada saat  mendekati pegunungan  harus sanggup memutuskan dalam sekejap apa meneruskan perbangan atau tidak karena cuaca sekitar cepat sekali bisa berubah. Pada saat si pilot memilih meneruskan penerbangan, dia telah melewati ‘point of no return” dari aspek pesawatnya kecukupan bahan bakarnya.  Pada tahun 1957 kedua pesawat Beaver ditambah dengan tiga pesawat Twin Pioneer karena jenis pesawat ini untuk mengudara dan mendarat cukup membutuhkan landasan pendek. Apabila di daerah pedalaman lokasi pendaratan berada di atas air,  pejabat setempat sebelum kedatangan pesawat harus menjamin lokasi pendaratan bagi pesawat Beaver telah dibersihkan dari segala rintangan seperti batang-batang pohon yang terapung di atas air. Hal ini kadang-kadang terlupa sehingga badan pesawat sempat kena cedera sehingga kebocoran dan segera harus dipindahkan ke darat dan diganti dengan pesawat lain. Bagian teknik perusahaan Kroonduif di Biak seringkali terlihat sibuk melakukan reparasi terhadap pesawat-pesawat yang terkena cedera. Tanggung jawab utama perusahaan Kroonduif adalah memelihara dan memperluas jangkauan lalulintas udara di Nieuw-Guinea. Sebagai kompensasi pemerintah menjaminkan kepadanya  bisnis yang menjanjikan. Disamping pesawat-pesawat yang telah dimilikinya Kroonduif diberi tiga pesawat Dakota tambahan, yaitu dua yang telah berada di Nieuw Guinea dan satu Dakota DC3 yang didatangkan dari Negeri Belanda.  

5. Tahun Kecelakaan Membawa Maut

Tahun 1957  terkenal sebagai tahun kecelakaan pesawat udara. Pada tanggal 16 Juli 1957 jam 03.30 pesawat KLM jenis Super Constellation Neutron berangkat dari gouverneur eert redders van de Neutron-slachtoffersMokmer di Biak.  Tidak lama setelah lepas landas pesawat langsung terjatuh ke dalam laut. 49 penumpang dan 9 awak pesawat meninggal. Dua belas penumpang sempat diselamatkan oleh penduduk setempat dengan perahu-perahunya. Seorang pramugari dan seorang gadis kecil di antara yang diselamatkan meninggal kemudian. Disamping pesawat KLM yang malang tersebut adapun dua pesawat masing-masing Twin Otter serta Beaver yang jatuh saat melakukan latihan penerbangan dekat pulau Japen. Kedua pilot meninggal. Setelah kecelakaan serupa terjadi di Libya pada bulan Desember 1957 pabrik pesawat terbang Scottish Aviation akhirnya berkeputusan untuk merubahkan desain dari sayap pesawat. Pada tanggal 16 Nopember 1957 sebuah pesawat Beaver jatuh di pantai sekitar Merauke dekat muara sungai Kumbe di pantai selatan Nieuw-Guinea. Pada saat itu pesawat yang malang sedang berupaya menentukan garis pantai di daerah sekitar Merauke dengan bantuan peralatan Decca. Ketiga penumpang termasuk pembantu senior dari ahli pengukur, Snellius, meninggal. Selama periode yang kurang menyenangkan tersebut beberapa perubahan diterapkan kepada armada perusahaan, yaitu dua pesawat jenis Dakota dikembalikan ke KLM dan ditukar dengan dua pesawat Dakota lain dari KLM pula.  


6. Jumlah Rute Penerbangan Kian Bertambah

Disamping rute-rute penerbangan yang telah berjalan, Kroonduif menawarkan jasa penerbangan charter ke tempat-tempat tujuan yang sulit terbayangkan dengan penumpang dan jenis kargo yang sangat bervariasi. Pendek kata, kegiatanDakota op strip Kaimana perusahaan terus meningkat. Menjelang akhir dekade 50-an  jumlah trayek penerbangan yang dilayani Kroonduif dengan pesawat Dakota dari Biak mulai bertambah, yaitu ke Hollandia, Manokwari, Ransiki, Sorong, Kebar, Kaimana, Numfur, Merauke dan Tanah Merah. Perusahaan KLM-Aerocari sempat menyewa satu pesawat charter dari Kroonduif selama lima bulan untuk pelaksanaan proyek besar pembuatan peta dari udara. Pada trayek Hollandia ke Merauke seorang pilot Dakota ada dua pilihan rute tergantung keadaan cuaca:  terbang langsung melintasi udara jauh di atas pegunungan salju, atau terbang rendah sambil mengemudikan pesawat di tengah-tengah gunung-gunung. Dalam hal cuaca cerah tidak berawan , pesawat dikemudikan tidak terlalu tinggi di antara puncak-puncak pegunungan. Dalam hal udara berawan tebal, pesawat diterbangkan jauh di atas awan yaitu pada ketinggian 3000 meter atau lebih. Dalam situasi ini si pilot membutuhkan masker oksigen; keadaan seperti ini tentu tidak nyaman bagi kaum penumpang. Pernah terjadi seorang penumpang berpenyakit jantung tiba-tiba merasa sesak napas. Untunglah kondisinya tidak memburuk. Pada  penerbangan semacam ini tidak terdapat pramugari sehingga sekali waktu salah satu awak pilot masuk ke dalam kabin penumpang untuk memeriksa keadaan atau menawarkan minuman. Sejak tanggal 1 Desember 1958 jurusan penerbangan Kroonduif  telah menjangkau 19 tempat tujuan  y.i: Biak, Ajamaru, Fak Fak, Hollandia, Kaimana, Kebar, Kononao, Manawi, Manokwari, Merauke, Napan, Numfur, Ransiki, Sorong, Steenkool, Tanah Merah, Teminaboean, Wasior dan Wisselmeren (Paniai).  

7. Terbang dengan AMA dan MAF

Uskup pertama Jayapura, Mgr. R.J. Staveman OFM, pada tahun 1956 berkeputusan mendirikan perusahaan  penerbangan khusus bagi Misi. Di Hilversum tiga pastor Cessna AMAFransiskan mulai dididik untuk menjadi pilot sedangkan  kaum misionaris bersemangat penuh terjun ke dalam kegiatan mendirikan lapangan udara kecil dimana saja keadaan mengizinkan. Pada tanggal 23 Maret 1959 untuk pertama kali pater-pilot Henk Vergouwen mendaratkan pesawat Cessnanya di Sentani. Dalam laporan penerbangannya selama bulan April dia mencatat jumlah total waktu terbang 29 jam, jumlah total kargo 5000 kg, jumlah total penumpang 38, jumlah total penerbangan 54. Pada tanggal 29 September 1959 sebuah pesawat Cessna melampaui landasan pendaratan yang belum pernah dipakai di Epouto (di danau Tage, pada ketinggian 1700 meter) yang ternyata terlalu pendek..Pesawat mengalami kerusakan dan karena merupakan satu-satunya pesawat yang dimiliki suatu perusahaan penerbangan kecil maka seluruh operasi perusahaan terhenti. Sejak 25 April 1960 kegiatan penerbangan pulih kembali dengan menggunakan pesawat baru Cessna 180. Pada tahun 1963 perusahaan penerbangan Katolik MIVA berganti nama menjadi AMA (Associated Mission Aviation) yang hingga saat ini tetap beroperasi di Papua untuk kegiatan gereja Katolik.  Missi Pelayanan Gereja Protestan dari Australia sejak 1952 menggunakan pesawat kecil dari MAF (Mission Aviation Fellowship), sebuah perusahaan penerbangan kecil yang berafiliasi dengan badan korporasi penginjilan. Pada perayaan hari ulang tahun ke-25 AMA tahun 1984 120.000 penumpang telah tercatat sebagai pengguna jasa AMA ke dan dari daerah pedalaman. Penumpang pada umumnya terdiri dari pastor, suster, bruder, penginjil, pegawai pemerintah, dokter dan pasien. Tetapi hewan ternak, seperti sapi, babi, bebek, ayam juga diantar sampai ke tempat tujuannya oleh pesawat Cessna dari AMA.  

8. Satu-satunya jalur penerbangan internasional

Setelah melakukan penerbangan uji-coba pada tanggal 18 Juni 1959 Kroonduif membuka jalur internasional pertama dan satu-satunya ke Lae di Nieuw-Guinea bagian Australia. Kapten pilot Leen van Rijswijk (yang juga menjabat sebagaiDakota's voor hangaar op Biak pimpinan perusahaan) memberangkatkan pesawat Dakotanya dari Hollandia dan kembali hari berikut. Rute tersebut adalah satu-satunya yang menggunakan jasa seorang pramugari  di dalam kabin. Rute dilayani seminggu sekali oleh Kroonduif dan Qantas secara bergantian. Pada tahun 1961 jasa penerbangan Qantas ke Nieuw-Guinea bagian Australia diserahkan kepada Trans Australian Airlines. Sehubungan dengan kegiatan perusahaan yang kian meningkat, pada tahun 1961 armada serta personalia perusahaan diperluas.. Jumlah pekerja ditingkatkan dari 25 hingga 200. Pada bulan Juli 1961 pesanan baru Twin Pioneer mendarat di Mokmer, menyusul pesawat baru Beaver yang telah tiba sebulan sebelumnya. Pada bulan Desember armada ditambah lagi dengan satu pesawat KLM Dakota.   Berhubung pesawat terbang air milik MLD sering.mengalami kecelakaan perusahaan Kroonduif diminta membantu MLD dengan menyediakan pesawat-pesawat Dakotanya untuk melakukan penerbangan pengintaian.  Setelah MLD diberikan empat pesawat Dakota penerbangan pengintaian dihentikan. Pada tahun 1961 frekwensi rute Biak- Hollandia dengan pesawat Dakota adalah lima kali seminggu, rute Biak Manokwari lima kali seminggu, Manokwari-Kebar dua kali seminggu, Manokwari-Ransiki-Kaimana sekali seminggu, Manokwari-Sorong tiga kali seminggu, Biak-Hollandia-Merauke-Tanah Merah tiga kali setiap dua minggu, Hollandia-Wamena empat kali seminggu dan Hollandia –Genjem dua kali seminggu.  

9. Warga Belanda meninggalkan Nieuw-Guinea via Biak

Setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1949 kebijakan politik Presiden Soekarno dari Indonesia terhadap Negeri Belanda berkaitan dengan masalah Nieuw-Guinea semakin kritis. Berhubung kebijakan presiden kian menyerupai perang Repatriëring vanaf Mokmer terbuka Negeri Belanda merasa perlu meningkatkan kekuatan militernya di NG.  Antara bulan Agustus 1962 dan awal 1963, terjadi repatriasi massal warga Belanda dari NG. Selama proses repatriasi berlangsung Kroonduif bekerja secara optimal untuk mengangkut warga Belanda dari kota-kota seperti Hollandia, Merauke, Manokwari dan Sorong ke Biak. Semua pesawat KLM yang dapat dimanfaatkan dimobilisasi untuk proses pemulangan warga sipil dan militer Belanda ke Negeri Belanda via Bangkok berhubung hari penyerahan kedaulatan NG ke Indonesia semakin mendekat.
Hotel Plaswijck milik KLM di Bangkok berperan penting dalam proses repatriasi tersebut.  Proses  repatriasi mencapai puncaknya antara  2 Oktober dan 21 Nopember 1962. Dalam 20 hari sebanyak 3000 warga Belanda berhasil dievakuasi oleh KLM yang secara keseluruhan  menempuhi jarak penerbangan 260.000 kilometer. Pada tanggal 21 Nopember 1962 proses repatriasi telah selesai dan 13.400 warga Belanda berhasil dipulangkan ke tanah airnya menggunakan jasa penerbangan KLM ditambah dengan 74 penerbangan ekstra.  

10. Berakhirnya riwayat Kroonduif

Setelah isu NG dimasukkan ke agenda PBB, suatu penyelesaian politik akhirnya tercapai pada detik terakhir. Ditetapkan bahwa NG akan diserahkan kepadadit was het einde... Indonesia  melalui suatu administrasi pengalihan dibawah supervisi PBB. Meskipun penyerahan diberlakukan tanggal 1 Januari 1963, secara resmi baru dilaksanakan tanggal 1 Mei 1963. Sejak 1 Januari 1963 Perusahaan Kroonduif mulai menghentikan semua layanan penerbangannya. Seluruh armadanya diserahterimakan oleh Garuda Indonesian Airways kecuali satu pesawat Dakota yang dikembalikan ke KLM. Sementara itu Garuda tengah dalam proses memperluaskan jaringan penerbangannya ke Kanton di Cina dan ke Amsterdam dan baru selesai membeli sejumlah pesawat Convair Coronado. Rute penerbangan yang sebelumnya dilayani Kroonduif di NG (yang sekarang bernama Irian Jaya) tidak dianggap cukup signifikan bagi Garuda sehingga pada bulan Januari 1964 (satu tahun kemudian) semua rute yang sebelumnya dilayani Kroonduif beserta sisa armadanya diserahkan kepada perusahaan penerbangan Merpati Nusantara yang pada saat itu juga telah melayani  berbagai rute penerbangan ke kota-kota lain di Indonesia.  

11. Rujukan :

- Bahan unik berasal dari koleksi milik David Zekria: Peraturan-peraturan operasionil perusahaan Kroonduif dari April 1957 sampai dengan Desember 1958.
- Pada tanggal 15 Juli oleh OVT dari VPRO-Radio diperingatkan jatuhnya pesawat udara KLM-Neutron di Biak tahun 1957. Lihat juga artikel Wereldomroep dan Aviacrash.nl. Keputusan Dewan Jurnalistik tentang liputan  kecelakaan  yang disiarkan Jaringan KRO.
- Film pendek: Kapal udara air jenis Catalina dari Angkatan Laut yang digunakan untuk rute Biak-Wisselmeren (Paniai). Pesawat-pesawat tersebut merupakan sarana angkutan bagi manusia dan barang ke pos-pos Belanda.

Baca juga:

- Pembangunan Hollandia pasca perang oleh kelompok pemuda DETA
- Jejak-jejak kaum veteran

12. Sumber-sumber

– Jan Hagens, Rimboevliegers/Penerbang Rimba: Sejarah penerbangan di Nieuw-Guinea bagian Belanda 1935-1962. Penerbit Bonneville, Bergen (N.H.). 1995
- René de Leeuw, Sejarah KLM sejak 1919.. Romen Luchtvaart - Unieboek, Weesp 1984
– G.I. Smit, R.C.J. Wunderink, I. Hoogland, KLM dalam citra. Jangka waktu pembentukan dan promosi selama 75 tahun. V+K Penerbit, Naarden. 1994
– Gerard Casius dan Thijs Postma, Dinas Penerbangan di Hindia Belanda selama 40tahun. Sejarah dina penerbangan di Hindia Belanda dari 1910-1950. De Alk, Alkmaar, 1986
– Vademecum untuk NG  Belanda, Bab VIII Dinas Penerbangan. Nieuw-Guinea Instituut en het Ministerie van Overzeese Rijksdelen. 1956.
- Rekomendasi dan Kritik: Gerard Casius, ahli sejarah bidang penerbangan.